21 Desember 2011 pukul 14:14
Gadis mungil berbadan kecil,
dengan T. Shirt tetoron bendera amrik
Celana loreng pudar pendek,
menyembulkan pangkal paha dari ujungnya
Ia menerobos kawasan
belanja, meninggalkan tubuhnya, pada tatap setiap mata
Tenggelam di kawasan Mall
Citra Raya, yang tak lagi bangga dengan budayanya
Yang lokal berganti ala
internasional
Warung-warung
tradisional, diganti kafe-kafe megah, mewakili tangan penjajah
Sepatu beludru berbahan
kaku, terlihat longgar diseret kaki mungil yang kasar
Dia berjalan, terus
berjalan, menyerahkan tubuhnya dalam ganasnya temaram
Dia menunggu, untuk sebuah
peruntungan, mungkin juga penganiayaan
Malam itu, dunia kegelapan
mencatat pendatang baru
Hari ini Emak dandan
Tapi bukan dengan kain
samping yang biasa ia gunakan
Hari ini emak dandan, tanpa
kebaya seperti biasanya
Ia terlihat lebih cantik
Meski ekspresi di wajahnya
sunyi bagai dataran semeru yang pernah kudaki
Ia bak ratu sehari, dan
seluruh perhatian tetangga engkau curi
Kulihat ia tersenyum, meski
keinginannya belum kukabulkan
Keinginan melihatku memiliki
pekerjaan
Keinginan mengganti kebaya
dan kain pudarnya
Tapi ia kini diam, meski
kutahu percakapan yang lalu belum selesai
Mungkin ia tak ingin terlalu
jauh mendengar kekasaranku
Dan kemarin, tak setetes
airpun ia teguk.
Emak marah padaku?
Ini hari ibu, iiinkan aku
bersujud di kakimu
Menyematkan penghormatan
untukmu
Tapi…kenapa kakimu beku?
Kemarin, ketika dunia
memberi penghormatan bagi para ibu
Semua kerabat, tetangga, dan
sanak-saudara melakukan untuknya
Hari ini Emak bak pengantin,
diiring menuju tempatnya yang terakhir
Emak pergi, meningglkan
kebaya pudar yang belum sempat kuganti
23 Desember 2011 pukul 12:36 (catatan untuk seorang teman)