Rabu, 10 September 2014

Politik Bahasa & Cinta

Seorang istri membanggakan suami pada temannya. Bagaimana tidak? Di saat harga emas melambung karena dampak harga dolar, Mas-nya (panggilannya pada suami) juga melambungkan dirinya.

Lelaki yang biasa disapa Mas itu, belakangan menyulap dirinya seperti tokoh istri pujaan di sinetron-sinetron. Dan ia bagai sedang memerankan tokoh istri dalam film Cinta Fitri.

Sebuah babak di suatu pagi.

 “Say...” kata laki-laki itu setengah melenguh (bukan mengeluh lho ya...? sapi kali melenguh, hehe).
Kata lelaki itu sambil menggeliatkan tubuhnya yang tinggi dan tambun. Kepalanya ia letakkan di sandaran kursi, bagai membawa benda yang berat sekali.

Sang istri, perempuan muda dengan kecantikan sempurna yang hampir tak terlihat karena lupa merawat, segera mendekat. Segelas kopi pagi menjelang siang segera dihidangkan.

“Hampir dingin, salah sendiri bangun kesiangan,” katanya seraya beringsut manja.

“Kurang enak badan kayaknya deh say,” kata lelaki sambil melirik ke arah istrinya, dan pada saat bersamaan matanya melotot pada sebaris pesan pendek dari perempuan lain.

“Say...kamu cantik hari ini” katanya lagi, dan andai sang  istri jeli, betapa nada itu terasa sumbang, mungkin diucapkan setengah hati, atau mungkin tanpa hati.

Tapi tetep.....ada senyum kecil , juga kecupan di pipi sebagai hadiah. *lomba kali... J

Lirikan manja istri, nampak sekali ada keengganan menyudahi. Di pagi yang mulai beranjak pergi, istrinya ingin menuntaskan tagihan tadi malam yang tak terlunasi. Entah kenapa, semalam sistem motorik suaminya mendadak berhenti, bagai kerusakan dinamo sebagai penanda akan turun mesin.

Pagi , tubuh basahnya yang segar, bersama aroma wangi yang menebar, istrinya mulai terbakar gairah. Penuh kesyahduan istrinya menatap suaminya, penuh kesenduan suaminya melirik pada baju kesayangan dalam keranjang yang belum dirapikan.

“Mau pergi nggak punya baju,” keluhnya manja seperti iklan produk pewangi pakaian di televisi. Tentu, istri yang sayang pada suami mengerti apa yang dimaui.

Terakhir Sang Istri memberikan handuk, dari serangkaian perlengkapan membersihkan tubuh yang lupa dibawa suaminya ke kamar mandi.  Dan lelaki itu berteriak-teriak seperti anak kecil pemeran Iklan Sabun Mandi Lifebouy – barangkali di dalam sana sedang igeul-igeulan menyabun ketiaknya sambil ketawa-ketwa sendirian.

Seterusnya, anda jangan ke mana-mana hingga jeda berikut J

“Say...?”

Hanya ada keheningan. Entah yang sedang dipikirkan perempuan itu, dan entah yang ada dalam pikiran lelaki. Mungkin masing-masing sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Mas kenapa...?” Mau apa?” kata sang istri, ia tetap setia dengan panggilan Mas pada suaminya. Mungkin panggilan itu dirasa lebih membumi, karena keluar dari ketulusan hati.

Sang suami tersenyum kecut, kembali badannya menggeliat bagai siput. Satu tangan merengkuh pundak istri, tangan lain membanting bungkus rokok yang isinya tinggal satu.

“Habis...” katanya dengan tatapan merana, melebihi suasana duka jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Wajah sang istri merasakan sapuan nafas lelaki, nafas yang terkontaminasi sisa asap di mulut. Tapi cinta, lagi-lagi cinta...membuat sang istri gagal membedakan antara dengusan dan desahan – hehehe...rahasia mereka. Biarlah.

Dan yang pasti, selembar biru berangka 50.000 telah berpindah dari dompet perempuan ke saku lelaki.

***
Lepas dari mulut gang, handphone terus lekat di tangannya. Layar kecil bagai panggung yang menyuguhkan drama seri. Hari itu, satu babak sudah dilewati.

“Hebat kali kau!” kata temannya sambil menonjok pundaknya.

“Bukan kali yang hebat Bang, tapi jurus say-ku ini lah Bang.”

Dua tangan bertaut kencang, dua lelaki melakukan toast hari itu.

Say...

Adiyasa, 11 Sept 2014

Tidak ada komentar: