Selasa, 08 April 2014

Warna Luka



pagi menyapa, sekilas terasa biasa, meski rasa tak pernah sama
angin datang membawa debu, kadang sisa embun
kadang hembuskan  udara segar

pagi datang, pagi pergi, serasa sama, hanya karena ribuan kali terjadi
hingga selembar kanvas berwarna-warni
tapi kita terpancang pada tonggak abadi
sebagai saksi dari luka kita sendiri

adakah warna luka?
jika angin tak selalu hadirkan badai, dan hujan mencuci segala kotoran
masihkah ada luka?
karena terik selalu diimbangi dinginnya udara
munculkan bintang di langit gemilang, hingga mendung gantikan cuaca

perlukah abadikan luka?
karena debu bukanlah residu
sedang nafaspun  perlu berganti udara baru?

 adiyasa, 8 April 2014

Tidak ada komentar: