oleh fiqoh
Ia tidak dari ketinggian menuju tempat yang rendah, tapi dari bawah memancar ke atas.
Sering aku mendengar kata-kata seperti, Jalani saja, atau Biarlah semua berjalan sebagaimana adanya, atau Biarlah semuanya mengalir.
Apakah Anda juga pernah mendengar kata-kata seperti itu?
Sekilas terdengar puitis. Sekilas terdengar romantis, apalagi ditambah rangkulan lengan di bahu kita dari kekasih atau sahabat. Ia seperti mengajarkan sebuah kepasarahan yang baik, dari jiwa yang qona’ah. Tapi selebihnya memberi kebingungan, karena masalah tak beranjak dari tempatnya.
Harus bagaimana menuju jalan keluar?
Dalam ketersesatan arah, jalan keluar tidak bisa datang dengan sendirinya jika membiarkan semua berjalan apa adanya. Apalagi membiarkan mengalir begitu saja. Karena dalam hidup, teramat banyak arah meski kita hanya perlu menuju sesuatu.
Konon sebuah sungai terbentuk secara alami, dan dalam prosesnya ia menerjang apa saja yang dilewatinya. Bahkan tak jarang menelan korban jiwa. Curahan air dari pegunungan yang terkadang liar bahkan membelah ladang-ladang dan sawah. Mleber ke mana-mana, padahal ia lebih diperlukan untuk mengaliri sawah-sawah. Akhirnya manusia mulai menggagas pembuatan irigasi, situ, waduk, bendungan dan sebainya. Tinggi rendah, lebar dan sempitnya serba diperhitungkan, agar tekanan dan arus bisa diselaraskan. Jika posisinya rata maka ia akan seperti kolam atau bak mandi. Bagai hidup yang stagnan atau...bagai nada yang sumbang.
Seperti sungai mengalir menuju muara, manusia selalu berbuat sesuatu demi asa. Dan mereka yang sukses adalah mereka yang berupaya.
Tapi, selain banyak jalan menuju roma, banyak juga kendala yang menjadi penghambat. Sebuah kelalaian bisa mengakibatkan sebuah situ jebol. Atau sebuah bendungan rekah. Sungai-sungai dan got yang yang tak terurus bisa menyebabkan banjir dan membawa dampak kerugian. Harga sebuah kelaian selalu mahal. Itulah aliran yang tak teratur atau tidak diatur. Dalam arti, dibiarkan mengalir sebagaimana adanya.
Masihkah, kita akan selalu berpedoman membiarkan segalanya mengalir apa adanya?
Orang bekerja bakti agar got di sekeliling rumah tidak tersumbat sampah. Petani mengatur aliran irigasi ke saluran-saluran kecil menuju sawahnya supaya rumpun padi mereka bersemi.
Dalam hidup, kita tidak bisa membirkan segalanya mengalir begitu saja. Melainkan harus ada keinginan, harus kita upayakan. Seperti yang Allah firman-kan, bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Mengalir bukanlah sebuah proses yang kita biarkan begitu saja. Seperti halnya kesuksesan hidup, ia adalah rentetan panjang penuh perjuangan. Di sana ada kerja-kerja, ada kreatifitas, ada upaya yang lebih, ilmu yang terus dikembangkan, skil yang terus ditingkatkan, dan sebagainya.
Air yang mengalir secara asal, pasti akan selalu menuju titik paling rendah. Tapi manusia yang menggunakan akal, bahkan bisa membuatnya memancar dari bawah menuju ketingian. Seperti kita saksikan, air mancur yang menyejukkan ruang-ruang publik, yang lahir dari tangan kreatif dan memiliki jiwa seni.
Mengalir adalah kreatif, yang diupayakan karena kemauan yang cerdas. Bukan kemalasan yang diperhalus dalam kata pasrah.
Jakarta, 20 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar