Ketetapan upah membuat kita melakukan ketetapan kerja. Pergantian
menit, perubahan hari, bagai selaksa pelangi.
Hari hanya menjadi penanda, kapan senin panjang dimulai. Kapan
sabtu pendek akan tiba. Itulah hari kerja.
Dan kita lupa, atau...mungkin dipaksa lupa ada ketentuan
lain. Bahwa misteri, ada dalam rasa kita sendiri – hari yang sama bisa memberi
makna berbeda, tergantung apakah seseorang sedang menunggu, atau sedang enggan
menyudahi sebuah momen.
Penjajahan, tidak selalu karena kita diburu dan diberondong
peluru. Tapi ketika diikat pada kebiasaan, yang menjadi palang kebebasan.
Rumah. Makan. Kerja. Jalan.
Jam kerja bagai palang, pribadi di ujung kendali.
Kemarin nurani terbunuh, esok antagonisme telah tumbuh.
Mari...sejenak saja kita menepi.
Untuk sekedar melihat kembali ke dalam diri. Barangkali,
kita tak harus terus berlari.
Mari...sejenak saja kita berhenti.
Agar bisa kita lihat dan dapati, betapa banyak
persimpangan di setiap jalan yang kita tempuh. Untuk membuat pilihan-pilihan
kembali. Karena masa depan tidak berada dalam ketetapan yang sekarang,
melainkan sebuah kemungkinan.
Kemungkinan, menyimpan banyak hal tentang hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar