Rabu, 28 September 2011

Tentang Pepatah Jawa

oleh fiqoh

Adoh nggondo kembang, cedak nggondo t-a-i.

Jika ingin tahu sisi lain tokoh yang “hebat”, jangan hanya melihatnya melalui statement dan layar televisi. Atau menemuinya di ruang seminar, meja kerja, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat formal. Di sana semuanya pasti baik.

Kita sering hanya mendongak ke atas, hanya mendengar omongan pakar dan tokoh. Padahal, kesaksian orang-orang kecil di sekitar tokoh seperti bawahan, sopir, tukang parkir, pembantu, tim kerja, dan tetangga jauh lebih berwarna. Bila perlu tanyalah sama seseorang yang sering menemaninya masuk kamar hotel… J

Ini tidak bermaksud untuk sinis, tapi hanya untuk menemukan keseimbangan informasi dari orang “hebat” atau tokoh yang mungkin selalu kita kagumi. Cover bothside bukan hanya beralih dari satu pihak ke pihak yang lain, tapi juga…dalam pribadi seseorang itu. Istilahnya, jika ia jadi tokoh masyarakat, jadilah tokoh bagi orang-orang terdekatnya juga.

Terkadang kebengisan, kekerdilan, kebijakannya yang tidak adil, justru terungkap melalui kesaksian yang diam, kesaksian orang-orang yang sekian lama kena getah dan sasaran amarah, dan membendung rasa muak menyaksikan ia punya polah tingkah.

Dalam ajaran jurnalisme – wawancara untuk menggali informasi. Tapi dalam realita, wawancara terkadang jadi peluang memanipulasi informasi. Di televisi, semua yang diberi ajang bicara, tentunya sudah pasang kuda-kuda untuk berkelit ini dan itu. Sehingga, penjahat di depan mata susah sekali ditangkapnya.

Semua tokoh berkata baik. Kebaikan kata-kata, menjadi kebalikan dari pepatah ini -- Rame ing gawe sepi ing pamrih.

Jkt, 28 Sept 2011



Tidak ada komentar: