Rabu, 16 Mei 2012

Api di Permukaan Salju



Gerimis sehari dari kemarau sepanjang tahun. Gerimis yang memercik di batu-batu karang menjulang.

Mungkin debu akan sedikit luntur karena gerimis itu. Tapi tidak membentuk sebuah ceruk pada batu. Ia butuh proses, bertahun-tahun, dari tetes demi tetes, yang terus-menerus.

Batu-batu itu ternyata bergeming. Tetap bergeming. Ia kian memenuhi kawasan Tangerang. Mendesak area pemukiman warga yang kian sempit dihuni kaum pekerja, yang hari itu menyembul dari gang sempit satu demi satu, menuju ”kebebasan” yang sejatinya telah tergadaikan.

Pekerja yang berbadan gemuk, harus memiringkan badan ketika melewati gang kontrakan. Di sana, tikus-tikus jauh lebih leluasa bergerak dan berlari ke sana kemari.

Malam sebelumnya, duduk berdesakan di sebuah ruang kontrakan. Bersama mereka saya menonton televisi, TV One bertajuk Jelang May Day. Pak Menteri Tenaga Kerja berbicara yang baik-baik tentang pekerja, tentang pengusaha. Muhaimin Iskandar berjanji memfungsikan perangkat hukum dan peraturan demi kesejahteraan pekerja. Di media-media Presiden berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan upah layak dan memberi beasiswa pendidikan.

Dan kami mencatatnya, mencari-cari satu salah satu titik yang bisa disinkronkan dengan realita. Tapi tak ada. Hampir semua anggota yang tergabung di Serikat Buruh Bangkit yang bekerja di berbagai perusahaan, semuanya menjadi korban ketidakadilan. Jangankan bermimpi tentang perumahan atau beasiswa pendidikan. Bahkan, Negara tidak bisa menindak para pengusaha yang tidak membayar upah, tidak menjalankan Jamsostek, cuti, jaminan kesehatan, dan hal-hal lain yang sepele. Di PT. UFU, bahkan pekerja membayar air minum sendiri, dikontrak hingga masa kerja mereka lebih dari 5 tahun.

Di PT. SM Global, pengusahanya yang berwarga Negara asing bebas mengobok-obok Peraturan Menteri. Di PT. Tae Myung pekerja yang menolak bekerja pada hari libur keagamaan dipecat. Di PT. Starnesia Garment para pekerja sering diekploitasi, dan pola ini dijalankan oleh para pengusaha dengan alasan mengejar target.

Semua persoalan itu, bukan tidak diketahui pemerintah termasuk Menteri. Karena surat-surat yang kami layangkan. Tapi entah kenapa instansi-instansi itu bagai batu. Jika negara tidak beda dengan pengusaha – sama-sama menjadi pelaku pelanggar hukum, lantas siapa memberi sangsi pada siapa?

May Day kali ini ,buruh masih belum keluar dari kubangan permasalahannya – betapa tidak, sistem kontrak dan outsourcing bagaikan lobang raksasa untuk melenyapkan adanya kebebasan berserikat, dimana ia sebagai alat perjuangan buruh mendapatkan hak dan keadilan. Andai tidak ada sistem itu pun, bukan berarti pekerja mudah dipenuhi hak-haknya. Andai pekerja dipenuhi hak-haknya, bukan berarti itu hak-hak yang layak. Toh sampai sekarang, tetap saja upah pekerja berjudul UMP /UMK yang mana ”M” berarti minimum. Ini berbanding terbalik, dari kewajiban yang dituntutkan pada pekerja, termasukmenambah jam kerja pada saat sebelum dan setelah jam pulang kerja, dengan alasan target tadi. Meski target, sama sekali tidak ada di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

May Day pada 1 Mei 2012, adalah tahun ke sembilan sejak pemerintah di bawah kepemimpinan Megawati. Dan pekerja bagai teramputasi sampai sekarang. Pada May Day minggu lalu, pekerja PT UFU yang berjumlah sekitar 5000 orang, harus melakukan kerja di hari libur tanpa dibayar untuk mengganti hari yang disebut-sebut sebagai hari kebebasan kaum pekerja.

Pelanggaran, hampir merata di berbagai perusahaan, juga di berbagai isntansi pemerintah, bagai daratan salju. Salju yang berlapis-lapis dan kian beku.

Tangerang, 7 Mei 2012

Tidak ada komentar: