oleh fiqoh
Orde baru sudah lewat. Mestinya sudah tidak ada lagi pembungkaman hak bersuara.
Gegap gempita May Day 2012 yang baru saja berlalu, mungkin merupakan salah satu wujud kebebasan itu. Dan buruh bisa menyuarakan tuntutan-tuntutannya.
Selanjutnya, sebagai Abdi Rakyat, Presiden dan Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang agak melegakan, dan masih menggema di telinga.
Usai 1 Mei, buruh kembali ke tempat mereka bekerja, menjalankan aktifitas seperti biasa. Buruh kembali memasuki persoalan demi persoalan yang tak pernah tuntas – dilanggar hak-haknya berserikat, dibayar murah, tidak mendapat Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikontrak tanpa prosedural, dan diperlakukan secara tidak manusiawi.
Perlakukan yang tidak manusiawi ini segera dialami oleh Sukarsih, buruh PT. SM Global yang sekaligus pengurus serikat pekerja di perusahaan itu, bernama Serikat Buruh Bangkit. Ia dihukum oleh Jeong Byung Mun, Direktur PT. SM Global berwarga Negara Korea, hanya karena berbicara. Jeong juga melakukan demosi (penurunan jabatan) pada Sukarsih, sedari Quality Control menjadi tukang sapu (PU). Karena menolak demosi yang tidak masuk akal itu, Sukarsih disuruh berdiri di ruang personalia yang sekaligus ruang Jeong, untuk duduk tanpa melakukan apapun.
Kejadian bermula ketika Sukarsih sedang melakukan pekerjaannya, memeriksa jaket rompi bermerk Trespass, yang selanjutnya dibawa ke meja polybag (final). Pada saat itu beberapa QC di bagian polybag sedang tidak sibuk, sehingga membantu Sukarsih. Salah satu dari mereka membawa jaket ke mejanya. Dan tak lama Mr. Jeong lewat di dekat meja tersebut. Melihat jaket yang masih dalam keadaan belum direparasi, Mr. Jeong mendekati Sukarsih dan membentak.
Sukarsih memberi penjelasan kenapa jaket tersebut ada di meja polybag, serta menjelaskan bahwa dia akan membawa ke sewing untuk direparasi. Tapi Jeong bertambah marah mendengar Sukarsih menjawab. Tradisi di perusahaan tersebut, kalau Bos Korea sedang marah, pekerja harus diam. Maka, Jeong pun langsung berbalik mendekati Sukarsih dan berkata, ”Ya, kamu omong apa?”
”Baru akan saya reparasi,” kata Sukarsih. Dan muka Jeong memerah.
“Ya, kamu ke atas!” perintah Jeong pada Sukarsih. Atas yang dimaksud adalah ruang personalia dan Jeong. Sukarsih disuruh duduk saja di dekat kursi Jeong.
Diperlakukan seperti itu tanpa prosedur, Sukarsih menuju meja personalia untuk meminta surat pemutasian dirinya. Tapi mendengar itu Jeong bertambah marah. Dia berdiri dan membentak Sukarsih lagi, “Kamu omong apa? Kamu sudah tidak QC!”
“Saya sudah bekerja di sini sejak tahun 1996 sebagai QC. Masalah jaket tadi karena salah paham, dan Mr. Jeong tidak mau mendengar penjelasan saya.”
”Ya, kamu melawan! Kamu jadi PU saja!”
Sukarsih menolak pemutasian yang tidak berkeadilan itu. Akhirnya dia disuruh duduk di ruangan itu setiap hari, sejak 2 Mei 2012 hingga sekarang, dan entah sampai kapan.
Mutasi ini kesekian kalinya yang dialami Sukarsih sejak ia mendirikan serikat di perusahaan tersebut, pada 2007 bernama Serikat Buruh Bangkit. Sukarsih menjadi Wakil Ketua. Intimidasi dari pemilik maupun Tenaga Kerja Asing di perusahaan tersebut sering dialaminya. Begitu juga dengan pengurus serikat yang lain sejak mereka memberitahukan pendirian serikat. Sejak itu, Sukarsih yang awalnya menjabat QC dipindah ke bagian gosok, ke ruangan bulu bebek, membersihkan kapur, memasukkan stopper, menjadi helper dari line ke line, finishing, dan kembali dipindahkan di bagian QC pada 2011. Tindakan ini dilakukan langsung oleh Mss. Hwang, dan Mr. Jeong.
Perintah mutasi yang pertama dilakukan oleh Mss. Hwang, yang jabatannya tidak diketahui jelas oleh pekerja namun ia selalu mengawasi di bagian produksi dan sering membentak-bentak pekerja. Adapun Mss. Kim yang berstatus Direktur PT. SM Global, sejak awal pendirian serikat buruh, langsung mengumpulkan pekerja dan memberi pilihan antara memilih serikat atau perusahaan akan ditutup. Selanjutnya, para pengurus mulai diintimidasi, dan para pekerja yang menjadi anggota diedari pernyataan untuk mengundurkan diri dari serikat, atau tidak diperpanjang konrrak kerjanya.
Selain itu, PT. SM Global melalui manajemen juga menolak ajakan berunding yang disampaikan oleh pengurus serikat, meski sudah melakukan pemberitahuan sebelumnya melalui surat, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Pengurus serikat yang datang ke perusahaan untuk berunding dihalang-halangi oleh petugas keamanan, baik secara fisik serta melalui surat penolakan.
Dengan tidak adanya kebebasan berserikat, berbagai pelanggaran di perusahaan itu tak tersentuh. Sejak tahun 1995 hingga sekarang, perusahaan banyak melakukan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu pelanggaran Kebebasan Berserikat, Jamsostek, jam kerja, lembur, dan eksploitasi pekerja, serta upah. Pemilik perusahaan yang berstatus warga negara asing (TKA) juga secara langsung memimpin pekerja dan mencampuri kepersonaliaan, mengatur pekerja, menolak serikat pekerja, menolak hak-hak pekerja, hingga melakukan mutasi-mutasi. Mereka adalah Mss. Kim Myung Sook, Mss. Hwang, dan Mr. Jeong Byung Mun.
PT. SM Global adalah sebuah perusahaan garment yang beralamat di Jl. Telesonik No 1 Km 8, kelurahan Jatake, kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Direktur perusahaan bernama MR. Jeong Myung Mun dan Mss. Kim Myung Sook, perusahaan PMA (Pemilik Modal Asing), yang berdiri pada tahun 1995, mempekerjakan karyawan kurang lebih 300 orang. PT. SM Global memproduksi pakaian jadi seperti jaket dan celana dengan beberapa merk di antaranya Nike, Adidas, dan sejak akhir Desember 2009 mengerjakan merk GAP (Old Navy). Barang-barang tersebut diekspor ke berbagai Negara seperti Korea, Jepang, India, dll.
Padahal Sukarsih dan teman-temannya sudah melaporkan permasalahan ini ke Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, DPRD Kota Tangerang, Wali Kota, Gubernur Banten, dan Komnas Ham.
Pada akhir 2011, Komnas HAM menyurati Menteri Tanaga Kerja, DPR-RI Komisi IX, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Ombusedman karena ajakan mediasi diabaikan oleh Direktur PT. SM Global. Tapi tidak ada tindakan apa-apa dari berbagai Lembaga Negara ini.
Kini kondisi pekerja di perusahaan PT. SM Global semakin tidak menentu. Keliaran Jeong juga semakin bertambah. Eksploitasi terus dilakukan. Pada 4 Mei 2012, Jeong mengumumkan kepada para pekerja agar hari Sabtu, 5 Mei 2012 pekerja diperintah masuk kerja tidak dibayar, sampai mencapai target.
Bagaimana pekerja bisa mendapatkan hak-haknya jika buruh bahkan tidak punya hak bersuara? Bagaimana orang seperti Mr. Jeong mengerti isi Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, jika memahami bahasa reparasi saja tidak mengerti?
Jawabnya, mari tanyakan pada Menaker Muhaimin Iskandar. Karena di berbagai media ia menyatakan siap menindak tegas pengusaha atau Tenaga Kerja Asing di Indonesia yang melanggar Permenaker Nomor 40 Tahun 2012, tentang pembatasan 19 jabatan di perusahaan.
Tangerang, 8 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar