Selasa, 15 Mei 2012

Surat Terbuka Untuk Kapolri


SURAT TERBUKA UNTUK KAPOLRI AGAR MENINDAK TEGAS ORMAS PEMBAWA SENJATA TAJAM DI MUKA UMUM

Kepada Yth.
Jenderal (Pol) Timur Pradopo
Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Di tempat


Salam sejahtera,

Pertama, perlu kami sampaikan bahwa hingga hari ini kami masih mempercayai bahwa aparat Kepolisian Republik Indonesia adalah pengayom dan pelindung masyarakat. Yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju adanya kepastian hukum dan rasa keadilan bagi warga negara.

Kami doakan, agar senantiasa Bapak Pradopo dan jajaran Kepolisian selalu diberi perlindangan Tuhan YME, dalam menjaga integritas Kepololisian sebagai bentuk pelayanan dan kepercayaan kepada masyarakat.

Bersama ini kami ingin menyampaikan kekhawatiran kami atas perlakuan ormas-ormas yang melakukan teror dengan senjata tajam di muka umum. Hal itu dilakukan oleh ormas yang didatangkan Pengusaha PT. Universal Footwear Utama Indonesia, untuk membubarkan paksa para pekerja yang menuntut hak-hak normatif yang bertahun-tahun dilanggar oleh pengusaha. Ormas tersebut dari Badan Pembina Keluarga Banten (BPPKB) dan Pemuda Panca Marga (PPM).

Bahwa permasalahan Ketenagakerjaan adalah menjadi tanggungjawab pengsuaha dan pemerintah. Hal ini sudah diatur dalam Ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, dimana penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mekanismenya sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Dalam hal ini ormas-ormas tidak ada kaitan dengan penyelesaian Ketenagakerjaan.

Pengerahan ratusan anggota ormas yang dilakukan pengusaha, merupakan bentuk teror yang bagi pekerja. Mereka masuk di bus-bus jemputan pekerja, menghalang-halangi kegiatan pekerja yang menjadi anggota Serikat Buruh Bangkit yang sedang melakukan tuntutan hak-haknya. Mereka mengintimidasi dengan cara menghadang pekerja yang sedang long march menuju perusahaan. Mereka memaksa pekerja mundur dan membubarkan diri, sambil menendangi mobil komando yang digunakan pekerja untuk membawa sound syistem. Mereka juga membawa senjata berupa bambu runcing, dan alat elektronik berupa besi pajang segi empat yang menurut penjelasan salah satu ormas itu adalah alat setrum.

Kejadian ini disaksikan di hadapan aparat Kepolisian (Polsek Jatiuwung Tangerang). Pada saat itu, aparat bukannya menangkap atau membubarkan ormas-ormas tersebut, justru kami yang dipaksa menjauh dari lokasi perusahaan hingga sekitar 1 kilo meter. Sungguh kami terkejut dan takut. Kami merasa tidak aman dengan adanya aparat negara, yang cenderung membiarkan orang atau kelompok menggunakan senjata untuk mengancam kelompok atau orang lain. Padahal jaminan perlindungan dan rasa aman adalah hak-hak dasar warga negara yang diatur di dasar negara RI, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28G ayat (1).

Maka bersama surat ini, kami hendak mempertanyakan tanggungjawab aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia, berikut:

1.Kenapa aparat Kepolisan Polsek Jatiuwung tidak membubarkan ormas-ormas yang secara nyata melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang menghalangi kegiatan serikat pekerja? Dan kenapa justru pihak pekerja yang selalu didesak untuk membubarkan diri?

2.Kenapa aparat tidak menangkap warga atau kelompok yang membawa-bawa senjata tajam di muka umum dan digunakan untuk mengancam atau meneror orang lain? Yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang membawa senjata tajam di tempat umum?

3.Sesuai Undang-Undang Nomor 09 Tahun 1998, untuk menyampaikan pendapat di muka umum pun harus diatur dengan prosedur perijinan kepada Kepolisan, dan memberitahukan alat peraga yang digunakan. Apakah Polsek Jatiuwung sudah memberi ijin atas penggunaan senjata ormas-ormas tersebut? Jika tidak dijinkan, kenapa aparat tidak menangkapnya?

Masih segar dalam ingatan kami tentang penangkapan-penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap pekerja yang dilaporkan pengusaha hanya karena perbuatan-perbuatan tanpa definisi yang jelas seperti perbuatan tidak menyenangkan atau pencurian sedikit lem; segumpal benang; atau sendal bolong yang digunakan pekerja di area perusahaan. Tapi kenapa aparat polisi tidak menangkap pengusaha yang telah melibatkan kelompok-kelompok bersenjata untuk menekan pekerja?

Hak-hak pekerja secara khusus tercantum dalam Konstitusi Republik Indonesia yaitu Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan itu, Kepolisan Negara Republik Indonesia harus komitmen terhadap visi dan misinya – memberikan pelindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis; dan pembinaan serta pencegahan yang dapat menumbuhkan kepatuhan hukum di masyarakat.

Untuk itu, terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Pengusaha PT. UFU bersama ormas-ormas tersebut, kami meminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia melakukan hal-hal berikut:

1.Mengusut dan membawa para pelaku pelanggar UU No 21 Th 2000 serta pelanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 untuk diproses hukum.

2.menghentikan keterlibatan ormas-ormas yang tidak ada hubungannya dengan Ketenagakerjaan.

Demikian hal ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 14 Mei 2012

DPP Serikat Buruh Bangkit
Jl. Raya Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12220
Telp/Fax: +621 31739148 - 7221055

Dengan Lembaga-lembaga pendukung:
Lembaga Forum Adil Sejaherta (LPBH-FAS)
Trade Union Right Center (TURC)
LBH Jakarta
Konfederasi Konggres Buruh Indonesia (KASBI)
Hikmat Subiadinata – Nasionalis Bersatu (Nasber)
Sekretariat Bersama Buruh Jabodetabek
Federasi Serikat Buruh Nusantara di Tangerang
Serikat Buruh Migran Indonesia

Tidak ada komentar: